26 Agustus 2016 15:38:09
Ditulis oleh Admin

Sejarah Desa Sembungrejo

Dahulu desa ini bernama “Banguran” karena hanya ada satu pedukuhan, konon ceritanya apabilla ada orang yang berbuat kejahatan dan melanggar aturan atau pantangan maka akan kewaguran atau ketahuan dan tertangkap. Oleh karena itu sesepuh dukuh menamakan dengan dukuh “Banguran”. Pada waktu itu dukuh Banguran dipimpin oleh Niti Semito. Ketika Niti Semito memimpin dukuh masa itu, ada sekelompok orang yang masuk ke dukuh “Sepat rojo” dan menempati bagian selatan sungai bengawan solo persis di daerah perbatasan antara dukuh banguran dan dukuh Sepat rojo kemudian kelompok tersebut menyebut wilayah yang ditempatinya dengan nama dukuh “Ngeblek” dan mayoritas mata pencaharian warga dukuh Ngablek adalah mencuri, merampok atau begal. Diceritakan keistimewan dukuh ini ternyata terdapat bermacam-macam jenis “gong” (alat gamelan) dan “gong” ini merupakan barang pusaka karena yang memiliki adalah seekor buaya bernama “Kliwon”.

Konon ceritanya ada seorang warga dukuh ngeblek yang berhasil mencuri pemukul “gong” tetapi diketahui oleh sang buaya kliwon, maka marahlah buaya itu sampai manimbulkan banjir bandang yang menenggelamkan dukuh ngeblek yang lama kelamaan terkikis air bengawan solo dan akhirnya dukuh tersebut hilang. Akibat banjir yang menghilangkan dukuh ngeblek itu memaksa penduduknya pindah ke utara tangkis dan bermaksud untuk bergabung dengan penduduk Sepat Rojo, Akan tetapi ditolak dan diusir, dengan alasan karena mereka adalah pencuri dan perampok. Karena bingung banyak warga ngeblek yang tinggal dibawah pohon-pohon dipemakaman yang merupakan batas desa yaitu desa Sepat rojo dan Banguran. Untuk mencarikan tempat yang aman bagi warganya maka pimpinan dukuh ngeblek pergi ke dukuh banguran menemui Niti Semito dengan tujuan untuk bergabung menjadi warga Banguran. Karena iba Niti Semito menerima mereka dengan syarat tidak boleh mencuri dan merampok lagi. Kemudina mereka ditempakan di sebelah utara dukuh Banguran. Pendukuhan yang baru ditempati warga Ngeblek akhirnya diberi nama dukuh “Sepat Galeh” yang artinya warga desa Sepat rojo yang ngaleh (pindah).

Seiring dengan perubahan zaman, warga meminta agar pedukuhan tersebut digabung menjadi satu desa yang kemudian diberi nama dengan desa “Sembungrejo”. Warga juga meminta supaya diadakan pemilihan kepala desa dan terpilihlah Niti Semito sebagai kepala desa pertama yang menjabat mulai tahun 1900—1944 dengan kondisi desa yang masih miskin, dan masyarakatnya banyak yang menderita, beliau meninggal pada tahun 1945 dan digantikan Bpk. Kusno yang menjabat mulai tahun 1945—1954. Akan tetapi kehidupan dan kemajuan tidak banyak perubahan. Pada tahun 1945—1987 desa Sembungrejo dipimpin oleh Bpk. Cokro Mujayin. Pada masa pemerintahan Cokro Mujayin desa Sembungrejo sedikit demi sedikit mulai bangkit, banyak kemajuan dan perubahan terutama dalam bidang pertanian, pembangunan jalan, tempat ibadah, balai desa, dan sekolahan.



Kategori

Bagikan :

comments powered by Disqus